Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa. Karena telah mengaruniakan
segalanya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Faktor Pendukung
Partisipasi Politik” ini.
Makalah ini disajikan untuk semua
siswa. Dengan demikian, seiring terselesaikannya makalah ini diharapkan semua
siswa dapat mengetahui beberapa faktor pendukung partisipasi politik. Hal ini
sejalan dengan visi Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu membentuk warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Selain untuk siswa, makalah ini
diselesaikan juga untuk melengkapi tugas Pendidikan Kewarganegaraan dalam
proses Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) serta diharapkan agar makalah ini dapat
menjadi media bertukar pikiran dan pengalaman dalam melengkapi khazanah ilmu
dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan.
Dengan demikian, makalah ini lebih
dari sekedar makalah untuk bacaan dan tidak hanya sekedar koleksi. Melalui
makalah ini, pembaca diarahkan untuk tidak sekedar memahami pelajaran-pelajaran
yang terkandung dalam Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan lebih dari itu
diarahkan untuk mampu menerapkan nilai-nilai Kewarganegaraan dalam kehidupan
sehari-hari. Latihan-latihan dari pengalaman sehari-hari melalui aktivitas Civic Virtue (aktivitas Individu), Civic And Social Skill (Aktivitas
Kelompok), dan Realita dimaksudkan
sebagai langkah awal agar nilai-nilai Kewarganegaraan tidak sekedar dipahami,
tetapi menjiwai hidup sehari-hari siswa.
Kami mengakui bahwa ‘Tak Ada Gading
Yang Tak Retak”. Oleh karena itu, kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini
tidaklah sempurna. Kami sangat membutuhkan kritik dan saran membangun dari para
pembaca sehingga makalah ini akan menjadi lebih baik di kegiatan berikutnya.
Kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada seluruh dewan guru serta para siswa yang telah berkenan membaca sekilas
dari isi makalah ini. Semoga bermanfaat dan lebih memajukan dunia pendidikan di
Indonesia. Amin.
Kwanyar, September
2012
|
Penulis
|
Daftar Isi
Pendahuluan
Kata Pengantar............................................................................................. 1
Daftar Isi....................................................................................................... 2
Latar Belakang.............................................................................................. 3
Rumusan Masalah......................................................................................... 4
Tujuan.......................................................................................................... 4
Isi
Partisipasi Politik
F Pengertian Partisipasi Politik................................................................ 5
F Partisipasi Politik Menurut Para Ahli.................................................... 6
F Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik.......................................................... 7
F Sebab-Sebab Timbulnya Gerakan Partisipasi
Politik.............................. 13
F Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik......................................... 14
Penutup
Kesimpulan................................................................................................... 18
Latar belakang
Latar belakang diselesaikannya makalah ini
adalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta untuk melengkapi tugas
Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam hal ini, kami akan membahas beberapa pendapat
dari beberapa ahli tentang pengertian partisipasi politik, bentuk-bentuk
partisipasi politik, sebab-sebab timbulnya gerakan partisipasi politik dan
factor-faktor yang mendorong partisipasi politik.
Latar belakang adanya partisipasi politik
didorong oleh beberapa hal. Yang akan dijelaskan pada bagian isi yang mencakup
semua hal yang mempengaruhi adanya partisipasi politik.
Selain tersebut diatas, latar belakang
terselesaikannya makalah ini adalah untuk koleksi perpustakaan yang akan
disalurkan kepada adik-adik kelas kami pada masa yang akan datang. Agar peserta
didik pada tahun berikutnya dapat mengetahui berbagai aspek yang mempengaruhi
terbentuknya suatu negara serta untuk memberikan contoh membuat sebuah makalah
yang baik untuk memenuhi tugas-tugas dan sebagai nilai pada setiap bidang studi
yang menjadi bahan ajar.
Alasan lain terselesaikannya makalah
ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta keterampilan dalam
membuat dan menyelesaikan sebuah makalah. Kami berharap agar makalah kami yang
telah terselesaikan ini dapat lebih memotivasi peserta didik pada masa sekarang
ataupun masa yang akan datang agar lebih menguasai cara pembuatan makalah yang
baik dan benar serta memperoleh wawasan yang terbentang luas agar dapat
merealisasikan semua potensi yang dimiliki sehingga dapat mengembangkan
prestasinya.
Rumusan Masalah
-
Apa Partisipasi
Politik Itu?
-
Bagaimana
Pandangan Para Ahli Mengenai Partisipasi Politik?
-
Apa Saja
Bentuk Partisipasi Politik itu?
-
Apa Saja
Yang Menyebabkan Timbulnya Gerakan Partisipasi Politik?
-
Apa Saja
Faktor Yang Mendorong Partisipasi Politik?
Tujuan
-
Untuk
Mengetahui Pengertian Partisipasi Politik.
-
Untuk
Mengetahui Pendapat Para Ahli Mengenai Partisipasi Politik.
-
Untuk
Mengetahui Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik.
-
Untuk
Mengetahui Sebab-Sebab Timbulnya Gerakan Partisipasi Politik.
-
Untuk
Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mendorong Partisipasi Politik.
Partisipasi Politik
F Pengertian
Partisipasi Politik
Keputusan politik yang
dibuat oleh pemerintah berdampak dan mempengaruhi masyarakatnya. Atas dasar ini
maka masyarakat berhak untuk ikut berpartisipasi dalam bidang politik. Berikut
ini akan disampaikan beberapa pengertian partisipasi politik.
Partisipasi politik secara harafiah berarti “keikutsertaan”, dalam konteks politik hal ini
mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung
keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena
kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan setiap individu dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam posisinya sebagai warganegara dengan
kehendak suka rela dalam segala
tahapan kebijakan dan , mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan
penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan
keputusan dalam mencapai cita-cita bangsanya.
Di Indonesia saat ini
penggunaan kata partisipasi politik lebih sering mengacu pada dukunganyang
diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para
pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin "Saya
mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan
listrik di rumah masihng-masing". Sebaliknya jarang kita mendengar
ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan.
Istilah partisipasi
politik mengacu pada semua kegiatan orang dari semua tingkat sistem
politik,misalnya pemilih (pemberi suara) berpartisipasi dengan memberikan
suaranya dalam pemilihan umum,menteri luar negeri berpartisipasi dalam
menetapkan kebijaksanaan luar negeri, dan sebagainya. Dengan demikian,
partisipasi politik dapat diartikan sebagai penentuan sikap dan keterlibatan
setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai
cita-cita bangsanya.
F Partisipasi
Politik Menurut Para Ahli
a)
Samuel
P. Huntington dan Joan Nelson
Samuel P. Huntington
dan Joan Nelson dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political
Participation in Developing Countries, mengatakan bahwa partisipasi yang
bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik.
Partisipasi sukarela dan mobilisasi hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan
tindakan. Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan
partisipasi politik. Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting
dalam arus pemikiran deliberative democracyatau demokrasi musawarah.
Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya
tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat
pemilih. Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam
proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang
dengan konsep deliberative democracy. Huntington dan Nelson (dalam
Faturohman dan Sobari 2002:186)menyebutkan partisipasi politik sebagai kegiatan
warga negara preman (privatecitizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan
kebijakan oleh pemerintah.
b)
Mc Closky
Mc Closky (dalam
Budiardjo 1990:1) mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan sukarela
dari warga masyarakat melalui mana merekamengambil bagian dalam pemilihan penguasa,
secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijaksanaan
umum. dalam Inter national Encyclopedia of The Social
Science; Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa
dan secara langsung terlibat dalam proses pembentukankebijaksanaan umum.
c) Rush dan Althoff
Menurut Rush dan Althoff (2000:123)”,…proses partisipasi politik mengenai
sejauh mana dan sampai pada tingkat apa individu terlibat dalam sistempolitik”.
d) Surbakti
Menurut Surbakti (dalam Faturohman dan Sobari 2002:185) yangdimaksud
partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa dalammenentukan
segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.Sesuai dengan
istilah partisipasi, maka partisipasi (politik) berarti keikutsertaanwarga
negara biasa (yang tidak mempunyai kewenangan) dalam mempengaruhiproses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
e) Norman
H.Nie dan Sidney Verba
NormanH.Nie dan Sidney Verba dalam Handbook of Political Scie,
Partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga Negara yang legal yang
sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat
Negara atau tindakan-tindakan yang mereka ambil.
f) Prof. Miriam Budiharjo
Prof. Miriam Budiharjo mengartikan dalam
dasar-dasar Ilmu Politik ;
Partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik.
Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang
turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta
secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan umum.
F Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Bentuk-bentuk yang
dipandang sebagai cara warga negaramengekspresikan partisipasi politiknya. Bentuk-bentuk
partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam
kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional, termasuk
yang legal (seperti kompetisi) maupun ilegal (cara kekerasan atau revolusi).
Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran
untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan
warga negara.
Rush dan Althoff menguraikan bentuk-bentuk partisipasi politik
sebagai berikut:
a.
Menduduki jabatan politik atau administratif.
b.
Mencari jabatan politik atau administratif.
c.
Keanggotaan aktif dalam suatu organisasi politik.
d.
Keanggotaan pasif dalam suatu organisasi politik.
e.
Keanggotaan aktif dalam suatu organisasi semu politik.
f.
Keanggotaan pasif dalam suatu organisasi semu politik.
g.
Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan
sebagainya.
h.
Partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum
dalam politik.
i.
Pemberian suara.
Maran mengemukakan cara-cara berpartisipasi dalam politik
antara lain:
a. Pemungutan suara(voting),
b. Kontak-kontak berdasarkan inisiatif warga
negara,
c. Aktivitas kampanye
d. Partisipasi kooperatif.
Dari pandangan beberapa ahli atau sarjana tentang pengertian partisipasi
politik dan bentuk-bentuk partisipasi politik, maka dapat disimpulkan bahwa
partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara secara langsung atau
tidak langsung dalam proses pengambilan maupun pelaksanaan kebijakaan umum
pemerintah.
Almond menguraikan
bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut :
a.
Pemberian suara (voting).
b.
Diskusi politik.
c.
Kegiatan kampanye.
d.
Membentuk dan bergabung dalam
kelompok kepentingan.
e.
Komunikasi individual dengan pejabat
politik/administratif.
f.
Pengajuan petisi.
g.
Berdemonstrasi.
h.
Konfrontasi.
i.
Mogok.
j.
Tindak kekerasan politik terhadap
harta benda: perusakan, pemboman, pembakaran.
Jika mode
partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di
suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan
politik tersebut.
Russeau menguraikan bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut :
Russeau menyatakan bahwa hanya melalui partisipasi seluruh warganegara
dalam kehidupan politik secara langsung dan berkelanjutan, maka negara dapat
terikat ke dalamtujuan kebaikan sebagai kehendak bersama.Berbagai bentuk
partisipasi politik tersebut dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga negara
yangmencakup antara lain:
a)
Terbentuknya organisasi-organisasi politik maupun organisasi masyarakat sebagai
bagian dari kegiatansosial, sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang
ikut menentukan kebijakan negara.
b)
Lahirnya Lembaga Swadaya
Masyarakat
(LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi masukan (input) terhadap kebijakan
pemerintah). Pelaksanaan Pemilu yang memberi kesempatan kepada warga negara
untuk dipilih ataupun memilih, misalnya berkampanye, menjadi pemilih aktif,
menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, menjadi calon presiden yang dipilih
langsung, dan sebagainya.
Munculnya
kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna kepada sistem input dan
outputkepada pemerintah, misalnya melalui unjuk rasa, petisi, protes,
demonstrasi, dan sebagainya.
Huntington dan Nelson mengemukakan lima bentuk
kegiatan dalam partisipasi politik yaitu:
a.
Kegiatan Pemilihan
Kegiatan pemilihan mencakup
pemberian suara, sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan,
mencari dukungan bagiseorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan
mempengaruhihasil proses pemilihan. Kegiatan pemberian suara dalam
pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi
calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi
hasil pemilu.
b.
Lobbying
Lobbying mencakup
upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat
pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi
keputusan-keputusan merekamengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah
besar orang. Lobbying merupakan upaya perorangan atau kelompok
menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka
tentang suatu isu.
c.
Kegiatan Organisasi
Terbentuknya organisasi-organisasi
politik maupun organisasi masyarakat sebagai bagian dari kegiatan sosial,
sekaligus sebagai penyalur aspirasi rakyat yang ikut menentukan kebijakan
negara.
Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai
anggota atau pejabat dalam suatu organisasi, yang tujuan utamanya dan eksplisit
adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan organisasi
merupakan partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku
anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
pemerintah.
d.
Mencari Koneksi (Contacting)
Mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan
perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pajabat pemerintah dan biasanya
dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.
Contacting merupakan upaya individu atau kelompok dalam
membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka.
e.
Tindakan Kekerasan (Violence)
Tindakan kekerasan
(violence) sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah
dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.
Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik (kudeta,pembunuhan),
mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah ( huruhara, pemberontakan), atau
mengubah seluruh sistem politik (revolusi). Tindakan kekerasan merupakan tindakan
individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara
menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah
huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan
pemberontakan.
Bentuk
partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik
dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan
individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal.
Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk
partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.
Klasifikasi
bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap
fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam
klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk
partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik,
atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subyektif individu.
Dengan
banyaknya individu menyaksikan acara televisi, utamanya berita-berita politik,
mereka mengalami keterasingan politik . Keterasingan ini akibat melemahnya
dukungan terhadap struktur-struktur politik yang ada di sistem politik seperti
parlemen, kepresidenan, kehakiman, partai politik, dan lainnya. Individu merasa
bahwa struktur-struktur tersebut dianggap tidak lagi memperhatikan kepentingan
mereka. Wujud keterasingan ini muncul dalam bentuk sinisme politik berupa
protes-protes, demonstrasi-demonstrasi, dan huru-hara. Jika tingkat political
disaffection tinggi, maka para individu atau kelompok cenderung memilih bentuk
partisipasi yang sinis ini.
Milbrath secara lebih spesifik
mengidentifikasikan tujuh bentuk partisipasi politik individual:
a.
Aphatetic Inactives
Aphatetic Inactives adalah tidak akan beraktivitas
yang partisipatif, tidak pernah memilih.
b.
Passive Supporters
Passive Supporters adalah memilih secara reguler atau
teratur, menghadiriparade patriotik, membayar seluruh pajak, “mencintai negara”
c.
Contac Specialist
Contac Specialist adalah pejabat penghubung lokal
(daerah), propinsi dannasional dalam masalah-masalah tertentu.
d.
Communicators
Communicators adalah mengikuti informasi-informasi
politik, terlibat dalamdiskusi-diskusi, menulis surat pada editor surat kabar,
mengirimpesan-pesan dukungan dan protes terhadap pimpinan-pimpinanpolitik.
e.
Party and Campaign Workers
Party and Campaign Workers adalah bekerja untuk partai
politik ataukandidat, meyakinkan orang lain tentang bagaimana
memilih,menghadiri pertemuan-pertemuan, menyumbang uang pada partaipolitik atau
kandidat, bergabung dan mendukung partai politik, dipilihmenjadi kandidat
partai politik.
f.
Community Activists
Community Activists adalah bekerja dengan orang lain
berkaitan denganmasalah-masalah lokal, membentuk kelompok untuk
menanganiproblem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi
kemasyarakatan, melakukan kontak terhadap pejabat-pejabat berkenaan dengan
isu-isu sosial.
g.
Protesters
Protesters adalah bergabung dengan
demonstrasi-demonstrasi publik di jalanan, melakukan kerusuhan, melakukan
protes keras bilapemerintah melakukan sesuatu yang salah, menghadapi
pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi aturan-aturan.
Mas’oed menguraikan
bentuk-bentuk partisipasi politik sebagaiberikut:
a.
Konvensional:
1)
Pemberian suara atau voting.
2)
Diskusi politik.
3)
Kegiatan kampanye.
4)
Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan5) Komunikasi
individual dengan pejabat politik dan administratif.
b.
Non Konvensional:
1) Pengajuan petisi.
2) Berdemonstrasi.
3) Konfrontasi.
4) Mogok.
5) Tindakan kekerasan fisik terhadap harta benda
(perusakan,pengeboman, pembakaran).
6) Tindakan kekerasan fisik terhadap manusia
(penculikan,pembunuhan).
7) Perang gerilya dan revolusi.
Seluruh tingkatan
partisipasi politik ini, secara praktis mungkin sekali memiliki perbedaan dalam
setiap sistem politik, terutama bila terdapat perbedaani deologi dominan dalam
sistem politik, antara demokratis dengan non demokratis, karena akan memiliki
implikasi yang besar pada pembatasan-pembatasan partisipasi politik rakyat atau
perluasan-perluasan partisipasi politik. Selain itu meskipun suatu sistem
politik sama-sama demokratis atau sama-sama non demokratis, bentuk-bentuk
partisipasi politik dan tingkatan-tingkatannya sangat mungkin terdapat
perbedaan. Sebagai contoh, bentuk partisipasi politik berupa demonstrasi,
dahulu para ahli atau sarjana mengklasifikasikannya sebagai bentuk partisipasi
politik non konvensional (diluar prosedur yang wajar). Pada masa Orde Baru
demonstrasi sangat dibatasi olehpemerintah, bahkan seolah-olah dilarang,
sehingga para demonstran terkadang ditangkap kemudian ditahan karena diklaim
telah melakukan kejahatan politik,maka pada masa Orde Baru banyak para aktivis
atau kritikus yang berstatus sebagai tahanan politik (Tapol) dan narapidana
politik (Napol). Namun setelah Orde Reformasi bergulir, dimana hak asasi
manusia (HAM) sangat dijunjung tinggi dan kebebasan berpendapat dijamin oleh
undang-undang, maka saat inidemonstrasi lebih tepat diklasifikasikan sebagai
bentuk partisipasi politik konvensional (melalui prosedur yang wajar).
Dengan undang-undang
No. 9 Tahun1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum,
setiapwarga negara Indonesia bebas menyalurkan aspirasinya melalui berbagai
saluranpolitik termasuk demonstrasi, tetapi meskipun demikian kebebasan
yangdiberikan tidak berarti bebas sebebas-bebasnya. Demonstrasi harus
dilakukanberdasarkan prosedur yang ada, karena sudah diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Menurut pasal
9 Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka
Umum, bentuk pemyampaian pendapat dimuka umum dapat dilaksanakan dengan:
a.
Unjuk rasa atau demonstrasi
b.
Pawai
c.
Rapat umum
d.
Mimbar bebas
Selain itu
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia dalam pasal 25 juga
menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum,
termasuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.Jadi
demontrasi dan mogok sebagai bentuk partisipasi politik warganegara Indonesia
diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, sehingga demonstrasi
dan mogok kurang tepat jika diklasifikasikan dalam bentuk partisipasi politik
yang non konvensional (di luar prosedur yang wajar), tetapi saat ini
demonstrasi dan mogok lebih tepat diklasifikasikan dalam bentuk partisipasi politik
yang konvensional (melalui prosedur yang wajar).
F Sebab-sebab Timbulnya Gerakan
Partisipasi Politik
Menurut Myron
Weiner paling tidak terdapat lima (5) hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan
ke arah partisipasi yang lebih luas dalam proses politik, yaitu:
a) Modernisasi.
Sejalan dengan berkembangnya
industrialisasi, perbaikan pendidikan dan media komunikasi massa,maka pada
sebagian penduduk yang merasakan terjadinya perubahan nasib akan menuntut
berperandalam politik.
b) Perubahan-Perubahan Struktur Kelas Sosial.
Salah satu dampak modernisasi
adalah munculnya kelas pekerja baru dan kelas menegah yangsemakin meluas,
sehingga mereka merasa berkepentingan untuk berpartisipasi dalam
pembuatankeputusan politik.
c) Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern
Kaum intelektual (sarjana,
pengarang, wartawan, dsb) melalui ide-idenya kepada masyarakat umumdapat
membangkitkan tuntutan akan partisipasi masa dalam pembuatan keputusan politik.
Demikian juga berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi modern mampu
mempercepat penyebaran ide-ide baru.
d) Konflik di antara Kelompok-Kelompok Pemimpin Politik
Para pemimpin politik bersaing
memperebutkan kekuasaan. Sesungguhnya apa yang mereka lakukanadalah dalam
rangka mencari dukungan rakyat. Berbagai upaya yang mereka lakukan untuk
memperjuangkan ide-ide partisipasi massa dapat menimbulkan gerakan-gerakan yang
menuntut agar hak-hak rakyat yang berpartisipasi itu terpenuhi.
e) Keterlibatan Pemerintah yang Meluas dalam Urusan
Sosial Ekonomi dan Kebudayaan
Perluasan kegiatan pemerintah
dalam berbagai bidang menimbulkan akibat adanya tindakan-tindakanyang semakin
menyusup ke segala segi kehidupan rakyat. Ruang lingkup tindakan atau kegiatan
atautindakan pemerintah yang semakin luas mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan
yang terorganisir untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
Selain itu, ada dua penyebab
timbulnya gerakan partisipasi politik dalam masyarakat. Yakni,
a.
Rasa kepercayaan dan keyakinan
terhadap pemerintah rendah maka partisipasi menjadi pasif.
b.
Rasa kesadaran hak dan kewajiban
sebagai warga negara dan juga kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka rasa
partisipasi menjadi aktif.
F Faktor-faktor Pendorong Partisipasi
Politik
1) Sarana dan prasarana dalam
kegiatan politik.
2)
Besar kecilnya peluang bagi masyarakat politik untuk ikut
berperan dalam dunia politik.
3)
Faktor undang-undang dan aturan yg mengatur ttg partisipasi
politik warga negara.
4)
Peran tokoh di belakang layar (Soeharto contohnya pada masa
Orba yg membatasi tindakan politik warga negara meski UU memberi kebebasan utk
berpolitik warga negara).
5)
Tingkat pendidikan dan pengetahuan dari warga negara tentang
politik itu sendiri.
6)
Kepercayaan warga negara terhadap politik.
7)
Adanya rasa kebatinan terhadap unsur-unsur politik tertentu.
Ada tiga faktor
yang sangat mendukung partisipasi politik, yakni:
1)
Pendidikan Politik.
2)
Kesadaran Politik.
3)
Budaya Politik.
Pendidikan Politik
Menurut Ramdlon Naning, pendidikan politik adalah
usaha untuk memasyarakatkan politik, dalam arti mencerdaskan kehidupan politik
rakyat, meningkatkan kesaradan setiap warga negara dalamkehidupan berbangsa dan
bernegara, serta meningkatkan kepekaan dan kesadaran rakyat terhadap
hak,kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap bangsa dan negara.
Melalui pendidikan politik diharapkan kader-kader
anggota partai politik tersebut akan memperoleh manfaat atau kegunaan:
1)
Dapat memperluas pemahaman,
penghayatan, dan wawasan terhadap masalah-masalah atau isu-isu yang bersifat
politis.
2)
Mampu meningkatkan kualitas diri
dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3)
Lebih meningkatkan kualitas kesadaran
politik rakyat menuju peran aktif dan partisipasinya terhadap pembangunan
politik bangsa secara keseluruhan.
Menurut Alfian, pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk
mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan
menghayati betul-betulnilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik
yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan
sikap dan tingkah laku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal
itu, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru.
Melalui pendidikan
politik, kader-kader anggota partai politik tersebut diharapkan akan memperoleh
manfaat atau kegunaan, sebagai berikut:
1)
Dapat
memperluas pemahaman, penghayatan, dan wawasan terhadap masalah-masalah atau
isu-isu yang bersifat politis
2)
Mampu
meningkatkan kualitas diri dalam berpolitik dan berbudaya politik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3)
Lebih
meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peran aktif dan
partisipasinyaterhadap pembangunan politik bangsa secara keseluruhan.Sasaran
pendidikan politik adalah orang dewasa, dan lebih diutamakan Generasi Muda yang memiliki potensi sebagai
generasi penerus bangsa.
Adapun potensi-potensi yang dimiliki generasi muda, antara lain:
1.
Memiliki
idealisme dan daya kritis.
2.
Memiliki
dinamika dan kreativitas.
3.
Berani
mengambil resiko.
4.
Bersifat
optimis dan memiliki semangat tinggi.
5.
Memiliki
sikap kemandirian dan disiplin murni.
6.
Terdidik dan
terpelajar.
7.
Patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.
8.
Fisik (jasmani)
kuat dan jumlahnya banyak.
9.
Mempunyai sikap
ksatria.
10.
memiliki
kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi.
Kesadaran
Politik
Menurut Drs.M. Taopan, kesadaran politik adalah suatu proses batin yang
menampakkan keinsafandari setiap warga Negara akan urgensi urusan kenegaraan
dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Kesadaran politik atau keinsafan hidup bernegara menjadi penting
dalam kehidupan kenegaraan, mengingat tugas-tugas Negara bersifat menyeluruh
dan kompleks. Karena itu, tanpadukungan positif dari seluruh warga masyarakat,
akan banyak tugas-tugas Negara yang terbengkalai.Di Negara-negara berkembang
khususnya Indonesia, masyarakat yang hidup di pedesaan (lk.70%)dan yang di
perkotaan (lk.30%) menuntu penanganan
sungguh-sungguh dari aparat pemerintah atau penguasa setempat.
Masyarakat pedesaan yang secara kuantitatif jauh
lebih besar sangat minim dalam hal kesadarn politik sehingga berdampak pada
kehidupan politik nasional. Hali ini jelas akan berpengaruh terhadap kemajuan
pembangunan nasional di segala bidang. Dalam hal kesadaran politik masyarakat, Drs.
Arbi Sanit antara lain menyatakan:´«. Sekalipun sudah bangkit kesadaran
nasional dan meningkatnya kegiatan kehidupan politik di tingkat pedesaan, namun
masyarakat tani masih belum terkait secara aktif kepada pemerintah nasional
dalam hubungan timbal balik yang aktif dan responsif. Hubungan yang ada batu bersifat
berat sebelah, yaitu dari atas ke bawah«.´ Bila dihubungkan dengan hak dan
kewajiban sebagai warga Negara, partisipasi politik merupakankewajiban yang
harus dilaksanakan sebagai wujud tanggung jawab Negara yang berkesadaran poltik
tinggi dan baik. Secara teknis operasional, partispadi politk anggota
masyarakat dapat dilaksanakan dengan cara-cara seperti nampak pada matrik di
bawah ini.
1)
Setiap warga
Negara dapat ikut serta secara langsung ataupun tidak langsung dalam
kegiatan-kegiatan antara lain :
a)
Ikut memilih
dalam pemilihan umum.
b)
Menjadi
anggota aktif dalam partai politik, kelompok penekan (pressuregroup), maupun
kelompok kepentingan tertentu.
c)
Duduk dalam
lembaga politik, seperti MPR,
Presiden , DPR, Menteri, dan
sebagainya.
d)
Mengadakan
komunikasi(dialog) dengan wakili-wakil rakyat.
e)
Berkampanye,
mengahdiri kelompom diskusi, dan lain-lain.
f)
Mempengaruhi
para pembuat keputusan sehingga produk-produk yang dihasilkan/dikeluarkan
sesuai dengan aspirasi atau kepentingan masyarakat.
2)
Ekonomi Setiap
warga Negara dapat ikut serta secar aktif dalam kegiatan-kegiatanantara lain:
a)
Menciptakan
sektor-sektor ekonomi produktif baik dalam bentujk jasa, barang, transportasi,
kominikasi, dan sebagainya.
b)
Melalui
keahlian masing-masing menciptakan produk-produk unggulan yanginovatif, kreatif
dan kompetitif.
c)
Kesadaran untuk
membayar pajak secara teratur demi kesejahteraan dankemajuan bersama.
3)
Sosial-BudayaSetiap
warga Negara dapat mengikuti kegiatan-kegiatan antara lain:
a)
Sebagai pelajar
atau mahasiswa, menunjukkan prestasi belajar yang tinggi
b)
Menjauhkan
diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hokum, sepertimelakukan tawuran,
memakai narkoba, merampok, berjudi, dan sebagainya.
c)
Profesional
dalam bidang pekerjaannya, displin, dan berproduktivitas tinggiuntuk menunjang
keberhasilan pembangunan nasional.
4)
Hankam Setiap
warga Negara dapt ikut serta secara katif dalam kegiatan antara lain:
a)
Bela Negara
dalam arti luas, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing -masing.
b)
Senantiasa
memelihara ketertiban dan keamanan wilayah atau lingkungan tempat tinggal.
c)
Memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa demi tegak Negara Republik Indonesia.
d)
Menjaga
Stabilitas dan keamanan nasional agar pelaksanaan pembangunandapat berjalan
sesuai dengan rencana.
Budaya Politik
Budaya poltik Budaya poltik merrupakan perwujudan
nilai-nilai politik yang dianut oleh sekelompok masyarakat, bangsa, dan Negara
yang dityakini sebagi pedoman dalm melaksanakan kegiatan-kegiatan politik
kenegaraan.
Menurut Gabriel
Almond, budaya politik diklasifikasikan sebagai berikut:
a)
Budaya Politik Parokial (tingkat
partisipasi politik yang sangat rendah).
b)
Budaya Politik Kaula (pada
partisipasi politik ini, masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju, tapi
masih bersifat pasif).
c)
Budaya Politik Partisipan (budaya
politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi).
Menurut Samuel Beer, budaya
politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana
pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh
pemerintah.
Almond dan Verba, budaya poltik adalah suatu sikpa orientasi yang khas warga Negara
terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikpa terhadap peranan
warga Negara yang ada didalam sistem itu.
Rusadi Sumintapura, budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individyu dan
orientasinnyaterhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu
sistem politik.
Ruang bagi
partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh
untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warganegaranya. Pola
partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal tentu
berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di
negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan,
seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya mengenai
E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di
negara-negara Eropa Utara cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya
ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan.
Kesimpulan
Partisipasi politik secara harafiah berarti “keikutsertaan”, dalam konteks politik hal ini
mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung
keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena
kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan setiap individu dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam posisinya sebagai warganegara dengan
kehendak suka rela dalam segala
tahapan kebijakan dan , mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian
keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan
dalam mencapai cita-cita bangsanya.
Istilah partisipasi
politik mengacu pada semua kegiatan orang dari semua tingkat sistem
politik,misalnya pemilih (pemberi suara) berpartisipasi dengan memberikan
suaranya dalam pemilihan umum,menteri luar negeri berpartisipasi dalam
menetapkan kebijaksanaan luar negeri, dan sebagainya. Dengan demikian,
partisipasi politik dapat diartikan sebagai penentuan sikap dan keterlibatan
setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mencapai
cita-cita bangsanya.
Bentuk-bentuk yang
dipandang sebagai cara warga negaramengekspresikan partisipasi politiknya. Bentuk-bentuk
partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan dalam
kegiatan politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional, termasuk
yang legal (seperti kompetisi) maupun ilegal (cara kekerasan atau revolusi).
Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran
untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik, kepuasan/ketidakpuasan
warga negara.
Menurut Myron Weiner paling tidak
terdapat lima (5) hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah
partisipasi yang lebih luas dalam proses politik, yaitu: Modernisasi,
prubahan-perubahan struktur sosial, Pengaruh Kaum Intelektual dan Komunikasi Massa Modern, Keterlibatan
Pemerintah yang Meluas dalam Urusan Sosial Ekonomi dan Kebudayaan, Rasa
kepercayaan dan keyakinan terhadap pemerintah rendah maka partisipasi menjadi
pasif, Rasa kesadaran hak dan kewajiban sebagai warga negara dan juga
kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka rasa partisipasi menjadi aktif.
Faktor-faktor
Pendukung Partisipasi Politik antara lain: Pendidikan Politik, Kesadaran
Politik ,Budaya Politik.